Teologi Pembebasan
Berbicara mengenai teologi tidak terlepas dari aspek
ketuhanan, dalam tulisan ini saya sedikit membicarakan mengenai gerakan-gerakan
islam yang membebaskan, gerakan islam yang menantang sebuah rezik kepemimpinan
yang zhalim, gerakan islam yang memberikan prubahan sosial dalam sebuah
kehidupan bermasyarakat. Sebelum membahas dari beberapa substansi terseut
hendaknya kita mencari tau mengenai apa itu Teologi.
Teologi secarah etimologi
adalah berasal dari bahasa yunani yaitu theosh
yang artinya Tuhan, Allah dan logia
adalah kata-kata, ucapan atau wacana. Dan
secara terminologi teologi adalah
pembicaraan segala sesuatu mengenai keterkaitan dengan keyakinan beragama. Dalam
pembahasan arti teologi juga membahas segala sesutu yang berhubungan dengan
tuhan. Teologi memampukan dan menganjurkan seseorang untuk memahami tradisi keagamaanya
sendiri maupun tradisi keagamaan lainya. Di abad pertengahan teologi menjadi
pelajaran lokal yang di ajarkan di berbagai sekolah dan universitas melalui
cabang ilmu filsafat yang membantu pemikiran teologi.
“Masyarakat yang sebagian anggotanya mengeksploitasi
sebagian anggota lainnya yang lemah dan tertindas tidak dapat disebut sebagai
masyarakat Islam (Islamic Society)” (Engineer,1999)
Sebuah konsep mengenai islam
sebagai teologi pembebasan dari berbagai prespektif. Sebagai awalan teologi
pembebasan hadir untuk mengambil alih peran dalam membela kelompok yang
tertindas, menggugat sebuah kepemimpinan yang zhalim, anti kemapanan maupun
kemapanan religius ataupun kemapanan politik. Sedikit mengutip kembali
perkataan dari marx yang mengatakan bahwa “agaman
adalah candu masyarakat” bukan sekedar agama saja, tetapi agama yang
kemudian ikut memantapkan status quo dan tidak mendukung perubahan.
Pada awal kemunculan islam
membuktikan bahwa tidak semua penganut islam berasal dari golongan elit,
Muhammad selaku yang membawakan risalah pada awalnya terlahir dari golongan
masyarakat yang sederhana meski keluarganya terpandang dalam status sosial yang
tinggi tetapi tidak termaksud dari golongan orang kaya. Dan pada akhirnya islam
menjadi tantangan di makkah bagi para saudagar kaya, dalam artian bukan
menantang risalah tauhid yang di bawanya melainkan aspek kekuatan islam yang
akan melakukan perubahan sosial di tengah masyarakat makkah dalam aspek sosial
maupun politik.
Islam banyak mengajarkan untuk
melihat manusia sederajat, islam juga mengajarkan untuk tidak menimbun harta,
ribah, kemiskinan dan kebodohan. Menurut Al-qur’an sendiri kekayaan yang di
miliki di dunia ini tidak bersifat absolut dan kekal karna kita perlu menyadari
bahwa apapun yang kita miliki di dunia ini hanyalah bersifat sementara dan
titipan dari Allah selaku yang maha kaya di seluruh jagad raya.
Seperti yang kita ketahui bahwa
ayat Al-qur’an yang pertama turun di muka bumi adala “iqra” yang mana pada kondisi objektif saat itu bangsa arab masih
dalam masa kejahiliyaannya. Arab tidak mengenal budaya menulis. Tetapi Al
Qur’an menekankan pena (menulis) sebagai alat untuk menyebarkan ilmu
pengetahuan dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini memberikan dampak yang
liberatif bagi bangsa arab yang dahulunya membenci ilmu sehingga tekun belajar
dan memberikan penemuan-penemuan baru selama berabad-abad. Selain itu kacamata
cara pandang islma mengenai bias jender di bongkar habis, karna terus
membedakan antara kaum laki-laki dan perempuan dan pada hakekatnya semua
manusia sama tetapi yang membedakan adalah keimanannya. Selain itu gerakan
pembebasan islam memandang manusia adalah dari pembebasan perbudakan pada zaman
itu, banyak budak budak dan hamba sahaya yang di berikan kebebasa serta
kemerdekaan dan di berikan hak hidup layak
seperti manusia lainya.
Dari contoh di atas kita dapat
mencermati mengenai teologi pembebasan islam yang mengambil alih kezaliman dan
memberikan dampak perubahan sosial di tengah masyarakat. Dalam hal ini
toleransi salah satu yang di junjung tinggi dalam agama islam, tidak ada
paksaan untuk beragama.
Bila di tarik konteks dari
kehadiran sebuah agama, maka Engineer
mengatakan bahwa jika agama hendak
menciptakan kesehatan sosial, dan menghindarkan diri dari sekedar menjadi
pelipur lara dan tempat berkeluh kesah, agama harus mentransformasikan diri
menjdi alat yang canggih untuk melakukan perubahan sosial. Dalam artian
kehadiran agama bukanlah sebagai alat untuk beribadah saja kepada tuhan
melainkan dari ajaran agama tersebut harus adanya transformasi gerakan-gerakan
pembelaan untuk menciptakan perubahan sosial. Agama tidak hanya mengajarkan kita
untuk beribadah saja kepada tuhan, tanpa kita tidak melihat fenomena sosial
yang ada pada hari itu dan saat ini, agama juga mengajarkan untuk terus melawan
segala sesuatu kezaliman, dan memberantas ketidak adilan. Ada beberapa contoh
dari gerakan teologi pembebasan di antaranaya fenomena seperti Imam Khomeini
yang memimpin revolusi Iran akibat tekanan dari Syah, penguasa Iran yang
memberlakukan westernisasi. Engineer kembali membandingkan atara marxisme dan
tradisi religio-kultural dalam sebuah perubahan sosial. Agama sebagai
instrument, dapat digunakan sebagai candu atau malah ideologi yang
revolusioner. Seperti Yahudi yang menentang Fir’aun, Islam di Iran
menggulingkan Syah dan Kristen di Filipina yang merobohkan Marcos. Revolusi tidak akan muncul bila tidak ada
penindasan.
Bila kita kontekskan pada saat
ini sudah banyak terjadi ekploitasi, diskriminasi, dan intimidasi yang
dilakukan pada pemimpin pemimpin negara, pada hakekatnya mereka juga bagian
dari rakyat, mereka lahir dari hakim rakyat, tetapi bentuk pengejawantahan
pengabdian mereka kepada rakyat malah sangat terbalik. Mereka berasal dari
rahim rakyat tetapi mereka justru terus mengkebiri hak-hak rakyat. Banyak sekali
perubahan sosial yang terjadi di setiap negara terkhususnya di indonesia akan
tetapi menjadi pertanyaan, apakah perubahan tersebut berpihak kepada rakyata
atau kepentingan kelompok bahkan individu ?
Ketika kekuasaan berkualisi
adakah kehendak rakyat dan ideologi di hargai ? mereka terus mengobral janji
dan memberi ilusi tetapi rakyat selalu di bohongi. Mempertontonkan pembagian
kekuasaan seolah olah itu hadiah dari tuhan.
Kembali saya menyinggung mengenai teologi pembebasan,
Teologis bersifat kontekstual dan juga normatif. Ini adalah sebuah kemestian.
Jadi, teologi yang kreatif adalah tanggapan manusia atas kehidupannya yang
senantiasa berubah yang diciptakan oleh Tuhan. Azad menyatakan teolog Islam yang dalam proses pencariannya pernah
mengatakan dirinya sebagai seorang ateis yang sempurna ini, percaya bahwa Surat
Al Fatihah yang merupakan pembuka Al
Qur’an ini merupakan surat yang paling pokok. Semua konsep dalam Al
Qur’an terefleksikan disini. Sebagai seorang yang visioner, ia percaya bahwa
dunia senantiasa berubah yang memerlukan penafsiran ayatayat suci secara
kreatif sesuai dengan setiap kondisi yang baru.
Menjadi kesimpulan bagi saya
sendiri bahwa Komitmen adalah hal yang paling mendasar bagi manusia apalagi dia
mengaku beragama. Konsep komitmen dalam Al Qur’an sangat jelas bukan untuk
keberhasilan atau kegagalan, atau untuk orang kaya atau miskin. Keberhasilan
tidak diukur dari kemenangan atau keberhasilan mengislamkan seseorang, namun
diukur dengan kualitas hati yang terdalam. tidak menjadi masalah jika orang
yang kaya tadi tidak memeluk Islam. Sayangnya, komitmen keislaman umat muslim
saat ini berbeda sekali. Sebagai contoh
Engineer menggambarkan komitmen politis –relijius Saudi Arabia, Syiria,
Imam Khomeini dan sebagainya dengan jelas. Intinya adalah komitmen terhadap
Islam pada dasarnya lebih merupakan artikulasi kepentingan pribadi daripada
komitmen keagamaan. Menurutnya, komitmen kepada tatanan sosial yang adil,
egaliter dan nir eksploitasi adalah semangat Islam yang sejati. Terus melawan
dengan sistem yang tidak mengedepankan sisi kemanusiaan adalah sebuah spirit
yang harus terus di tanam dalam diri setiap manusia, segala bentuk ketidak
adilan adalah hal yang wajib kita lawan.
Sedikit mengutip pernyataan dari
ibnu taimiyah dalam bukunya, menyatakan bahwa “Kehidupan manusia di muka bumi ini akan lebih tertata dengan sistem
yang berkeadilan walau disertai suatu perbutan dosa, daripada dengan tirani
yang alim”. Ekstrimnya dikatakan bahwa Alah membenarkan negara yang
berkeadilan walaupun dipimpin oleh orang kafir, dan menyalahkan negara yang
tidak menjamin keadilan meskipun dipimpin oleh seorang Muslim. Juga disebutkan
bahwa dunia akan bisa bertahan dengan keadilan dan kekafiran, namun tidak
dengan ketidakadilan dan Islam. Ini menjadi kontrversial dalam pandangan setiap
orang apalagi bila kita kontekskan dengan kondisi objektif di indonesia pada
beberapa minggu-minggu ini dengan hadirnya pemimpin yang berstatus non muslim,
akan tetapi saya tidak membahas ini lebih dalam karan mungkin akan menuai
kontroversi yang besar dari kacamata pandang masing masing orang.
Tulisan mengenai pemimpin muslim
yang anti rakyat dan pemimpin yang non muslim tapi pro akan rakyat mungkin akan
berlanjut di tulisan-tuluisan setelahnya.